PRAKTIKUM MK RISIKO BISNIS
“Asuransi Pertanian dan Hedging”
Oleh:
Kelompok 1
Syaudah Fatmiasih (H34114031), Anggun Musyarofah (H34114048), Varian Khasira husein (H34114051), Ivo Tritya Ratna (H34114075), Fauzan Amri Hasibuan (H34114077), Viviv Afifah (H34114080)
Program Alih Jenis Agribisnis
Departemen Agribisnis,
Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor
2012
Dosen Praktikum : Tintin Sarianti, SP
Hari/ Tanggal : Kamis, 3 Januari 2013
Ruang : Kimia
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pertanian adalah suatu sektor yang sangat rentan terhadap berbagai resiko, dimana dalam berbagai kegiatan pertanian selalu melibatkan perubahan iklim, cuaca, dan ketergantungan lingkungan sekitarnya. Selain itu juga sebagai salah satu bentuk aktivitas produksi manusia, pertanian juga merupakan suatu bentuk investasi jangka panjang dari petani untuk menghasilkan suatu produk (dalam hal ini produk pertanian) yang diharapkan dapat memperoleh hasil yang seperti diinginkan bahkan mengharapkan suatu keuntungan dari kegiatan tersebut. Sehingga dalam hal ini kendala modal, aksesibilitas, dan penguasaan teknologi selalu mengalami kendala termasuk dalam menghadapi berbagai resiko. Selain itu juga sebagai bentuk kegiatan investasi produksi yang menghasilkan suatu produk (baik itu produk mentah, setengah jadi, maupun produk jadi), dan pada akhirnya hasil-hasil produk tersebut membentuk suatu harga yang mana harga tersebut tercipta dari transaksi dan mekanisme transaksi di pasar. Baik itu pasar tradisional dan domestic maupun pasar internasional (untuk beberapa komoditas pertanian ataupun produk-produk turunannya). Dan kondisi seperti ini, tidaklah terlepas dari potensi resiko yang akan dihadapi. Sehingga memunculkan ketergantungan dan ketidakpastian (uncertainty).
Secara alami bisnis komoditi pertanian sangat akrab dengan risiko karena sifatnya yang musiman, dan mudah rusak. Risiko usaha juga semakin besar akibat menyatunya perekonomian nasional kedalam tatanan ekonomi dunia (globalisasi), perubahan kurs, tingkat suku bunga, pajak dan inflasi. Kondisi ini akan mengakibatkan perubahan keseimbangan pasar sehingga setiap perubahan yang terjadi dalam pasokan atau permintaan komoditi pertanian secara cepat akan berdampak pada bergejolaknya harga pada komoditi tersebut. Dengan kata lain potensi-potensi resiko seperti: resiko harga (price Risk), resiko produksi (Production Risk), resiko personal (human/personal risk), resiko asset/kekayaan (Asset Risk), resiko lembaga (Institutional Risk), dan resiko keuangan (financial risk) merupakan berbagai resiko yang kerap kali mengancam eksistensi dan sustainability dari pengembangan sektor pertanian sebagai salah satu pilar pembangunan ekonomi nasional sekaligus sektor yang sangat mendukung pembangunan manusia secara keseluruhan. Dengan demikian manajemen pengelolaan risiko menjadi bagian yang terpenting untuk mempertahankan dan menjaga keuntungan komoditas pertanian, sehingga petani dan pelaku ekonomi mendapatkan keuntungan.
Tujuan
1. Mahasiswa mengetahui manajemen risiko pada bisnis pertanian
2. Mahasiswa mengetahui asuransi pertanian dan hedging
3. Mahasiswa mampu memahami strategi-strategi dalam menangani risiko pertanian
PEMBAHASAN
1. Menurut kelompok anda mengapa manajemen risiko sangat diperlukan bagi bisnis pertanian? Berikan argumen yang tepat, dari perkembangan manajemen risiko, dapat dikatakan manajemen risiko di sektor pertanian belum berkembang/ berhasil, menurut kelompok anda mengapa hal itu bisa terjadi?
Jawab
Manajemen risiko sangat diperlukan dalam bisnis pertanian, karena Usaha pertanian sangat sensitif terhadap perubahan iklim, hama dan penyakit yang dapat mengakibatkan hasil produksi menjadi fluktuatif sehingga usaha pertanian merupakan usaha yang mempunyai risiko tinggi.
Nelson et al. (1978) menyatakan, faktor risiko di bidang pertanian berasal dari produksi, harga dan pasar, usaha dan finansial, teknologi, kerusakan, sosial dan hukum, serta manusia. Salah satu risiko yang dihadapi oleh sektor pertanian adalah risiko produksi, yang terjadi karena variasi hasil akibat berbagai faktor yang sulit diduga, seperti cuaca, hama, penyakit, variasi genetik, dan waktu pelaksanaan kegiatan. Risiko harga dan pasar biasanya dikaitkan dengan keragaman danketidaktentuan harga yang diterima petani dan yang harus dibayarkan untuk inputproduksi. Jenis keragaman harga yang dapat diduga antara lain adalah trend harga, siklus harga, dan variasi harga berdasarkan musim. Tingkat harga dapat berpengaruh pada harapan pedagang, spekulasi, program pemerintah, dan permintaan konsumen. Selain petani selalu dirugikan dalam pemasaran karena anjloknya harga produksi petani sewaktu panen. Oleh karena itu, sebagai usaha yang penuh risiko, pertanian perlu mendapat perlindungan dari peluang kegagalan. Salah satu alternatifnya adalah dengan menerapkan manajemen risiko ataupun startegi pengelolaan risiko, guna menjamin petani dari kemungkinan risiko yang merugikan petani. Hal–hal tersebut di atas menjadikan manajemen risiko pada usahatani/bisnis pertanian memerlukan penanganan yang berbeda dibandingkan dengan penanganan usaha lain di luar sektor pertanian.
keberhasilan suatu usahatani ataupun bisnis pertanian sangat ditentukan oleh bagaimana manajemen yang dijalankan dalam usaha tersebut. Bagaimana pengelolaan sumberdaya alam, sumberdaya manusia, modal, dan pengelolaan manajemen risiko yang dimiliki menjadi efektif dan efisien.
Manajemen risiko di sektor pertanian belum berkembang/berhasil dikarenakan oleh lembaga-lembaga pendukung pertanian seperti Asuransi dan Bank pertanian di Indonesia belum berkembang, hal ini disebabkan belum adanya komitmen pemeritah secara khusus untuk memprioritaskan sektor pertanian, terutama mengenai implementasi dari beberapa opsi rencana yang telah dibuat. Disisi lain sumber dana dari pendirian lembaga permodalan seperti Bank dan Asuransi juga belum sepenuhnya mendapat tiik hijau dari pemerintah, hal ini bekaitan dengan peraturan mengenai setoran minimum pendirian bank dan atau mendorong salah satu lembaga keuangan BUMN menjadi lembaga yang khusus melayani jasa pertanian belum berani dilakukan pemerintah. Sepertinya waktu yang digunakan pemerintah untuk membuat bank/asuransi pertanian terlalu banyak, padahal pertanian di Indonesia semakin lama-semakin berkembang, termasuk dalam hal permodalan, risiko termasuk juga permasalahannya.
Salah satu penyebab tidak adanya dukungan dari lembaga-lembaga terkait, dan pada kebijakan pemerintah yang tidak menjadikan sektor pertanian sebagai sektor utama pertumbuhan ekonomi nasional. Sehingga menjadikan perbankan tidak tertarik menyalurkan kreditnya ke sektor pertanian. Pihak perbankan menganggap sektor jaminan pembelian komoditas yang tidak stabil, dan tidak adanya asuransi yang menjaminnya. Selain itu, ketidakpastian usaha akibat serangan hama, harga yang jatuh di pasaran, atau tidak laku di pasar karena kualitas yang buruk. Sebab pertanian termasuk yang memiliki risiko tinggi.
2. Jika kelompok Anda diasumsikan sebagai pengambil kebijakan, maka strategi apa yang Anda jalankan untuk mendukung pelaksanaan manajemen risiko untuk komoditas pertanian (ambil salah satu komoditas agribisnis sebagai contoh) ?
Jawab
Dalam menghadapi risiko pada sektor pertanian, petani dapat melakukan berbagai cara/ strategi untuk mengurangi dampak kerugian. Menurut Harwood, et al.(1999) strategi pengelolaan risiko terdiri dari :
1. Diversifikasi Usaha (enterprise diversification)
2. Integrasi Vertical (vertical Integration)
3. Kontrak Produksi (Production Contract)
4. Kontrak Pemasaran (Marketing Contract)
5. Perlindungan Nilai (hedging)
6. Asuransi (Insurance)
Sebagai contoh, misalnya kami berperan sebagai petani komoditi padi, maka strategi yang akan kami ambil untuk mendukung pelaksanaan manajemen risiko adalah:
1. Diversifikasi Usaha (enterprise diversification)
Diversifikasi usaha adalah suatu strategi pengelolaan risiko yang sering digunakan yang melibatkan partisipasi lebih dari satu aktivitas. Motivasi untuk melakukan diversifikasi didasarkan pada ide bahwa hasil dari bermacam-macam unit usaha tidak meningkat atau turun pada saat bersamaan, sehingga apabila satu unit usaha memiliki hasil yang rendah maka unit-unit usaha yang lain mungkin akan memiliki hasil yang lebih tinggi. Menurut Saliem dan Supriyati (2006), tingkat diversifikasi usaha tani lahan sawah, yang direfleksikan dalam keragaan pola tanam dan ragam komoditas penyusunnya, menunjukkan bahwa tingkat diversifikasi usaha tani di lahan sawah bervariasi menurut lokasi dan tipe irigasi. Untuk komoditi padi diversifikasi usaha yang dilakukan adalah dengan cara pola tanam sesuai musim (kemarau dan hujan), serta penggunaan jenis varietas yang sesuai dengan musim tanam. Saat musim kemarau maka padi yang ditanam menggunakan varietas IR 42, IR 64, IR 66, Cisokan, Ciherang, Cisanggarung, Mekongga, Kapuas, Lematang, Margasari dengan hasil rata-rata 4-5 ton per hektar. Apabila musim penghujan maka padi yang ditanam menggunakan varietas alabio, tapus, nagara.
2. Integrasi Vertical (vertical Integration)
Integrasi vertical merupakan salah satu strategi dalam payung koordinasi vertical. Koordinasi vertical meliputi seluruh cara yang mana output dari satu tahapan produksi dan distribusi ditransfer ke tahapan produksi lain. Sebuah perusahaan melakukan integrasi vertical apabila memiliki control kepemilikan suatu komoditi pada dua atau lebih tingkat kegiatan.
3. Kontrak Produksi (Production Contract)
Kontrak produksi khusus memberi kontraktor (pembeli) pengawasan terhadap proses produksi (Perry, 1997). Kontrak ini biasanya menetapkan dengan rinci suplay input produksi oleh pembeli, kualitas dan kuantitas komoditi tertentu yang akandiproduksi, dan kompensasi yang akan dibayarkan kepada petani.
Kontrak Produksidilakukan bila :
Ø Digunakan input-input khusus dan teknologi produksi yang kompleks.
Ø Produk akhir (output) harus sesuai dengan kualitas yang ditentukan dan memiliki karakteristik yang seragam.
Ø Terjadi masalah kelebihan dan kekurangan penawaran.
Ø Trade off risiko dan hasil menguntungkan produsen danperusahaankontraktor.
Ø Teknologi produksi spesifik, seragam dan ilmiah.
Ø Manajemen terpusat
Komoditi mudah sekali rusakDua tipe dasar dari kontrak produksi adalah; kontrak manajemen produksi (production management contract) dan Kontrak penyediaan sumberdaya (resource-providing contract)
4. Kontrak Pemasaran
Kepemilikan komoditi saat diproduksi adalah milik petani, termasuk keputusan manajemen (seperti menentukan varietas benih, penggunaan input dan kapan waktunya). Yang membedakan antara kontrak pemasaran dan kontrak produksi adalah produsen yang menggunakan kontrak pemasaran memiliki tanggung jawab dalam keputusan manajemen yang lebih besar.
5. Perlindungan Nilai (Hedging)
Hedging adalah suatu kegiatan pengambilan posisi di pasar berjangka yang berlawanan dengan posisinya di pasar fisik. Dengan mengambil posisi yang berlawanan antara pasar berjangka dan pasar fisik, maka kerugian yang timbul akibat adanya fluktuasi harga di pasar fisik dapat dikurangi dengan keuntungan yang diperoleh di pasar berjangka, atau sebaliknya.
Pada dasarnya harga komoditas primer sering berfluktuasi karena ketergantungannya pada faktor-faktor yang sulit dikuasai seperti musim, bencana alam, dan lain-lain. Dengan kegiatan lindung nilai menggunakan kontrak berjangka, hedger (pelaku bisnis) dapat mengurangi sekecil mungkin dampak (risiko) yang diakibatkan gejolak harga tersebut. Sehingga hedging adalah instrumen yang tepat untuk mengurangi risiko kerugian terkait dengan fluktualitas harga yang terjadi pada saat jual beli dilakukan di pasar fisik setelah panen tiba.
6. Asuransi
Asuransi dalam Undang-Undang No.2 Th 1992 tentang usaha perasuransian adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum pihak ke tiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan. Asuransi Agribisnis dapat dilakukan untuk satu subsistem atau lebih atau bahkan keseluruhan subsistem dari suatu kegiatan agribisnis:
Ø Subsistem pengolahan : asuransi untuk pabrik pengolahan
Ø Subsisem distribusi : asuransi terhadap distribusi hasil pertanian pada saatpengangkutan, penyimpanan.
Ø Subsistem usahatani : asuransi terhadap kegagalan kegiatan dari prosespersiapan tanam sampai panen (belum banyak dilakukan khususnya usahataniskala kecil).
3. Salah satu bagian dari manajemen risiko adalah hedging. Apakah yang dimaksud dengan hedging? apakah hedging tepat untuk mengurangi risiko pertanian? cari dan lampirkan contoh penerapan hedging pada komoditas pertanian indonesia. Identifikasi peluang, kendala dan permasalahan serta tantangan penerapan hedging di indonesia.
Jawab
Hedging adalah tindakan yang dilakukan untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan resiko yang terkait dari langkah tertentu yang diambil seseorang.
Perkembangan dunia agribisnis yang dijadikan andalan dalam pergerakan perekonomian Indonesia akan semakin baik dan menarik sejalan dengan berkembangnya animo masyarakat terhadap kegiatan agribisnis secara luas. Sektor tersebut memiliki peranan penting dan risiko yang besar dalam hal pengembangannya, maka dari itu diperlukan manajemen terhadap risiko yang terjadi. Manajemen risiko merupakan pola pengelolaan yang teragregasi dari konsep risiko, identifikasi jenis risiko, penentuan sumber risiko, pengukuran nilai risiko, dan cara penanganan risiko tersebut. Adapun manajemen yang ada diantara lain adalah hedging. Menurut Roger (2000), Hedging adalah membeli dan menjual kontrak berjangka untuk menutupi resiko atas perubahan harga di pasar spot (fisik).
Contoh penerapan hedging di indonesia
Fungsi Hedging juga dapat diberlakukan untuk jenis komoditi pertanian, seperti kopi dan CPO yang akan diperdagangkan di Bursa Berjangka Jakarta (BBJ). Indonesia yang memiliki potensi di bidang komoditi sangat rentan terhadap adanya fluktuasi harga yang terjadi. Lada, karet, kakao, teh dan banyak lagi, sering mengalami fluktuasi harga yang akhirnya justru merugikan produsen pada saat panen. Hedging yang dilakukan dalam perdagangan berjangka merupakan bentuk lain dari kegiatan asuransi yang diciptakan berdasarkan mekanisme pasar yaitu dengan melakukan pasar turunan atau derivatif dari pasar fisiknya. Dengan melakukan transaksi di dua pasar tersebut (futures dan physic) secara bersarnaan dengan posisi yang berlawanan untuk jumlah dan jenis komoditi yang sama, maka kedua pasar akan saling menutupi kerugian yang diderita pada salah satu pasar. Dengan demikian perdagangan berjangka memberikan manfaat ekonomi berupa pengalihan resiko yang tidak diinginkan melalui kegiatan hedging dan merupakan sumber referensi harga yang dapat dipercaya (price discovery). Karakteristik produk pertanian pada umumnya memiliki sifat yang memiliki nilai risiko. Beberapa diantaranya adalah mudah rusak, kuantitas yang sangat berfluktuasi dan susah dikendalikan terutama yang dikarenakan faktor alam, kualitas yang tidak seragam, permintaan dan penawaran yang berfluktuasi. Hal ini mengakibatkan fluktuasi harga pada produk pertanian. Fluktiasi harga ini cenderung fluktuasi yang merugikan produsen pertanian (petani) karena harga yang dibeli oleh pemasar cenderung jauh dibawah harga pasar. Melihat apa yang terjadi pada pertanian di indonesia, ada beberapa strategi yang dapat di terapkan. Salah satu strategi yang sesuai untuk diterapkan adalah hedging (lindung nilai). Dengan kegiatan lindung-nilai menggunakan kontrak berjangka, hedger (dalam hal ini orang yang memanfaatkan sistem ini yaitu produsen, petani, dll) dapat mengurangi sekecil mungkin dampak (risiko) yang diakibatkan fluktuasi harga suatu komoditi. Sebagai contoh, misalnya pengusaha pabrik sirop yang sangat bergantung dengan harga gula sebagai bahan baku utama. Bila diperkirakan harga gula akan meningkat, maka untuk menjaga kestabilan anggaran biaya, pengusaha tersebut dapat membuka kontrak beli komoditas gula berjangka sebagai bentuk hedging. Dengan demikian ketika harga gula naik, kerugian dari transaksi fisik dapat ditutup dengan keuntungan dari pasar berjangka. Dalam pelaksanaan strategi lindung nilai produk pertanian, pasti selalu ada kendala dan peluang yang dihadapi. Secara umum kendala yang dihadapi dalam melakukan sistem ini adalah quantity uncertainty yaitu ketidakpastian jumlah produk yang akan dihasilkan yang disebabkan oleh banyak faktor dalam produksi. Hal lain yang menjadi kendala adalah Basis Risk yaitu merupakan masalah umum dalam komoditas karena adanya biaya penyimpanan dan transportasi serta perbedaan kualitas antara spesifikasi kontrak dengan komoditas aktual yang dibeli atau dijual. Adapun peluang dan keuntungan pengaplikasian sistem lindung nilai ini secara umum adalah proteksi dari risiko kerugian akibat fluktuasi harga. Sebagai contoh, Hedger (petani) memperoleh jaminan harga pada produknya sehingga tidak terpengaruh oleh kenaikan/penurunan harga jual di pasar tunai. Disamping itu manfaat yang sama juga dapat diperoleh pihak lain seperti eksportir yang harus melakukan pembelian komoditas di masa yang akan datang, pada saat harus memenuhi kontraknya dengan pembeli di luar negeri, atau pengolah yang harus melakukan pembelian komoditas secara berkesinambungan. Namun, apabila pertanian Indonesia ingin menerapkan sistem hedging ini sebagai salah satu alat untuk membangun pertanian nasional, sistem ini harus didukung dari berbagai aspek baik dari SDM pertanian, pemerintah sebagai regulator, pihak-pihak swasta, lembaga-lembaga keuangan dan pendidikan, serta segala elemen yang terkait dengan sistem agribisnis. Hal ini merupakan tantangan dalam pembangunan pertanian indonesia kedepannya. Segala daya upaya dan kerjasama yang sinergis antar lembaga dalam sistem agribisnis akan sangat membantu pertumbuhan pertanian Indonesia kedepannya.
PELUANG
Hedging memberikan manfaat bagi hedger ,yaitu:
· Hedging merupakan sarana mengurangi atau menghilangkan resiko kerugian yang terjadi dari fluktuasi harga.
· Hedging memberikan kepastian berusaha, serta pengendalian persedian bahan baku dan komoditi (misalnya pertanian).
· Hedging memberikan penyediaan dana yang lebih besar serta lebih aman(pada umumnya komoditi yang tidak di-hedging akan mendapat pinjaman dana/kredit dari bank sebesar 50% dari nilai komoditi tersebut, sedangkanuntuk komoditi yang telah di-hedge akan mendapat pinjaman dana sebesar 90% dari nilai komoditi yang bersangkutan).
KENDALA
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah:
· Risiko basis, hal ini disebabkan perbedaan harga di pasar fisik dan harga di pasar berjangka pada waktu tertentu tidak ada korelasinya sehingga kerugiantidak dapat dihilangkan sepenuhnya.
· Harga di pasar berjangka sudah meliputi biaya angkut, bunga bank, sewagudang dan asuransi. Di samping biaya-biaya tersebut, ada lagi biaya perizinan dan biaya transaksi. Para hedger harus mempertimbangkan biaya- biaya ini sebelum melaksanakan hedging.
· Ketidaksesuaian antara kondisi komoditi fisik dan berjangka. Biasanya mutudan jumlah komoditi yang di-hedging kemungkinan tidak sama dengan mutudan jumlah dari kontrak berjangka untuk komoditi yang bersangkutan.
· Adanya perbedaan proses penerapan hedging. Penerapan Hedging agak rumit,untuk itu para hedger perlu menganalisa sarana hedging sebelum menggunakan.
TANTANGAN
Secara umum dapat dikemukakan langkah-langkah yang sangatdiperlukan para pengusaha untuk menyusun strategi dalam pasar berjangka komoditi antara lain sebagai berikut:
· Meneliti dan menghitung perkembangan harga komoditi yang bersangkutan baik pada pasar fisik maupun pasar berjangka.
· Menghitung biaya operasi yang termasuk di dalamnya, biaya penyimpanan, biaya asuransi, beban bunga, dan lain-lain.
· Menghitung kemungkinan pergerakan harga yang terjadi denganmenganalisa pasar, baik secara fundamental maupun teknikal.
· Menghitung basis yang terjadi antara pasar fisik dan berjangka.
· Menelaah sumber-sumber informasi lain yang diterima.
· Segera melikuidir setiap posisi pada saat harga mulai bergerak ke arah yang tidak diharapkan, sehingga kerugian yang harus ditanggung tidak terlalu besar.
4. Strategi berikutnya pada pengelolaan risiko pertanian yaitu adalah asuransi pertanian upaya untuk “membagi risiko” kepada pihak lain. Menurut kelompok anda apa yang dimaksud dengan asuransi pertanian bagaimana tren perkembangan asuransi pertanian di indonesia serta mengapa asuransi pertanian sangat dibutuhkan dalam sektor pertanian dan petani indonesia ? dan terkaitnya dengan manajemen risiko.
Jawab
Menurut kelompok kami asuransi pertanian adalah suatu upaya dalam meminimalisir risiko yang dihadapi terkait dengan faktor ketidakpastian serta dapat mengelola risiko yang akan dihadapi oleh petani.
Petani dalam kemampuannya beradaptasi dengan permasalahan ini dan dalam mengembangkan usahanya selalu terkendala oleh modal, penguasaan teknologi dan akses pasar. Pendekatan konvensional dengan menerapkan salah satu atau kombinasi strategi produksi, pemasaran, finansial, dan pemanfaatan kredit informal diperkirakan kurang efektif. Oleh karena itu diperlukan sistem proteksi melalui pengembangan asuransi pertanian.
Manajemen risiko dibidang pertanian adalah masalah yang sangat penting dalam investasi dan keputusan finansial petani. Program asuransi sangat bergantung pada rasio cost / benefit bagi petani, pengusaha pertanian dan penyedia jasa asuransi dan yang tidak kalah pentingnya adalah asuransi yang diberikan didasarkan pada pertimbangan apakah biaya asuransi tersebut cukup efektif dalam menanggung sebuah risiko.
Hal yang membuat asuransi pertanian itu sangat dibutuhkan oleh petani,
Menurut Yamaguchi (1987), asuransi pertanian ini mempunyai beberapa manfaat, antara lain:
· Asuransi pertanian akan melindungi petani dari kerugian secara financial karena kegagalan panen melalui fungsi tanggunggan kerugian.
· Asuransi pertanian akan meningkatkan posisi tawar petani terhadap kredit pertanian. Hal ini karena asuransi pertanian menjamin perlindungan dari kegagalan panen maka petani peserta asuransi mendapat rasio kredit yang lebih baik jika asuransi termasuk didalamnya.
· Skim asuransi pertanian di samping meningkatkan stabilitas pendapatan petani dengan menanggung kerugian mereka dari kerusakan tanaman juga merupakan kebijakan yang positif dalam meningkatkan produktivitas dengan mencegah dan membatasi pengaruh bencana alam, khususnya hama dan penyakit.
· Asuransi pertanian memberikan kontribusi terhadap stabilitas ekonomi yang lebih baik akibat dampak dari kerusakan tanaman dalam ruang dan waktu.
Penerapan asuransi komoditas pertanian jika berkembang dengan baik dapat mendorong perbankan untuk menyalurkan kreditnya ke sektor pertanian dengan besaran yang lebih besar karena sebagian risiko kegagalan sudah diproteksi oleh asuransi. Dengan demikian ke depan penyaluran pembiayaan lebih besar ke sektor pertanian dan lebih lanjut dapat mendorong meningkatnya investasi di sektor pertanian.
Oleh karena itu keterkaitannya asuransi pertanian dengan manajemen risiko yaitu: untuk menstabilkan pendapatan petani dengan mengurangi kerugian karena kehilangan hasil; dapat merangsang petani mengadopsi teknologi yang dapat meningkatkan produksi dan efisiensi penggunaan sumber daya; dan mengurangi risiko yang dihadapi lembaga perkreditan pertanian dan meningkatkan akses petani ke lembaga tersebut.
5. Lakukan analisis, mengapa Asuransi/bank pertanian di Indonesia tidak berkembang?, sebutkan faktor-faktor yang menyebabkan Asuransi/bank pertanian di Indonesia tidak berkembang? Bandingkan juga degan pengembangan Asuransi/bank pertanian di negara lain, apakah kondisinya sama dengan di Indonesia ?. Uraikan dengan bukti-bukti yang jelas.
Jawab :
Asuransi dan Bank pertanian di Indonesia belum berkembang, hal ini disebabkan belum adanya komitmen pemeritah secara khusus untuk memprioritaskan sektor pertanian, terutama mengenai implementasi dari beberapa opsi rencana yang telah dibuat. Disisi lain sumber dana dari pendirian lembaga permodalan seperti Bank dan Asuransi juga belum sepenuhnya mendapat tiik hijau dari pemerintah, hal ini bekaitan dengan peraturan mengenai setoran minimum pendirian bank dan atau mendorong salah satu lembaga keuangan BUMN menjadi lembaga yang khusus melayani jasa pertanian belum berani dilakukan pemerintah. Sepertinya waktu yang digunakan pemerintah untuk membuat bank/asuransi pertanian terlalu banyak, padahal pertanian di Indonesia semakin lama-semakin berkembang, termasuk dalam hal permodalan, risiko termasuk juga permasalahannya.
Berbeda dengan Negara-negara yang lebih dulu telah melakukan beberapa perhatian penuh di sektor pertanian dengan menyediakan lembaga-lembaga yang mendukung sektor pertanian termasuk juga asuransi dan perbankan. Misalnya saja Malaysia, dan Thailand, banyak pelajaran yang bisa di ambil dari Negara tersebut mengenai pengalaman dalam menerapkan sistem perbankan dalam pertanian antara lain :
· Keberadaan lembaga bank pertanian menjadi suatu kebutuhan yang mutlak jika suatu Negara ingin memberi perhatian serius terhadap sektor pertaniannya.
· Dengan adanya bank pertanian, skim kredit dapat dirancang sesuai dengan kapasitas kegiatan sektor pertanian baik tingakat suku bunga, mekanisme pinjaman maupun pengembaliannya.
· Bank dapat melakukan subsidi silang tingkat suku bunga antar skim kredit yang dianggap komersil dengan non komersil.
· Bank dapat juga memberikan layanan kredit untuk individu (rumah tangga petani).
Belajar dari pengalaman Negara tetangga, sepertinya sangat pantas Negara Indonesia menyelenggarakan pelayanan sector pertanian dalam bentuk bank atau/asuransi, mengingat Negara ini sebagai Negara yang berbasis pertanian.
Sedangan khusus untuk asuransi pertanian, jika melihat ke Mexico dan Panama, di area tadah hujan asuransi memerlukan subsidi tidak kurang dari dua-pertiga total biaya uahatani yang diperlukan. Selain itu juga harus diperhitungkan mengenai karakteristik wilayah yang dapat berimplikasi pada risiko. Bukannya tidak mungkin, Indonesia dapat menerapkan lembaga semacam asuransi pertanian secara menyebar khususnya agar dapat menjangkau petani-petani kecil di desa. Adanya lembaga semacam (walaupun dalam bentuk Lembaga Keuangan Mikro) ini akan sangat membantu peningkatan kesejahteraan petani dan juga menekan risiko pertanian yang tinggi (khususnya di subsistem agribisnis usahatani).
6. Banyak pihak yang memiliki kepentingan dalam asuransi pertanian, asumsikan jika kelompok anda sebagai petani (pengusaha), faktor apa sajakah yang menyebabkan asuransi/bank sangat dibutuhkan oleh petani? jika kelompok anda adalah pelaku dalam asuransi pertanian faktor-faktor apa sajakah yang menjadi pertimbangan pelaku asuransi/bank pertanian untuk menjalankan bisnis asuransi/bank pertanian tersebut? dan jika kelompok anda sebagai pengambil kebijakan, kebijakan apa saja yang akan anda rekomendasikan untuk mendukung asuransi/bank pertanian tersebut? jelaskan argument kelompok anda, kaitkan dengan fakta empirik dan teori yang telah anda peroleh.
Jawab :
Sebagai Petani (pengusaha)
Asuransi/bank pertanian sangat dibutuhkan oleh petani karena pertanian merupakan salah satu jenis usaha yang risiko dan ketidakpastiannya tinggi. Sumber risiko dan ketidakpastian yang sifatnya eksternal (tidak dapat dikendalikan oleh petani).
1. Ketidakpastian produksi yang penyebabnya terkait dengan faktor alam (kekeringan akibat kemarau yang berkepanjangan, eksplosi hama/penyakit)
2. Risiko bencana yang sulit diprediksi misalnya kebanjiran, kebakaran, tanah longsor, erupsi gunung berapi dan sebagainya.
3. Ketidakpastian harga masukan maupun keluaran
4. Ketidakpastian yang terkait dengan ketidak-tepatan teknologi sehingga produktivitas jauh lebih rendah dari harapan
5. Ketidakpastian akibat tindakan pihak lain (sabotase, penjarahan, atau adanya peraturan baru yang menyebabkan usahatani tidak dapat dilanjutkan
6. Ketidakpastian yang sifatnya personal, misalnya petani/anggota keluarganya sakit atau meninggal dunia.
Beberapa faktor ketidakpastian tersebut merupakan hal yang menyebabkan asuransi/bank sangat dibutuhkan oleh petani. Namun pada umumnya tujuan utama asuransi pertanian adalah untuk memberikan proteksi kepada petani terhadap kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh risiko usahataninya.
Sebagai Pelaku Asuransi
Pengembangan asuransi pertanian perlu mempertimbangkan tujuan dan prinsip pengembangan lembaga asuransi pertanian, perilaku petani dalam menghadapi risiko , dan prasyarat yang harus dipenuhi untuk bekerjanya sistem asuransi pertanian di Indonesia. Dalam menjalankan pengembangan asuransi perlu memperhatikan tiga hal berikut: (1) pengambilan keputusan oleh sebagian besar petani tidak hanya mempertimbangkan faktor ekonomi tetapi juga sosial budaya (2) sebagian besar usaha tani berskala kecil dan sering kali sebagai usaha sambilan dan (3) usaha tani umumnya terpencar dengan pola tanam yang beragam. Semuanya itu akan mempengaruhi biaya operasional asuransi pertanian.
Ada Sembilan unsur kunci yang menentukan efektifitas, kelancaran operasional, dan keberlanjutan system asuransi pertanian yaitu:
1. Petani sasaran
2. Cakupan komoditas usahatani
3. Cakupan asuransi
4. Nilai premi dan prosedur pengumpulannya
5. Mekanisme penyesuaian kerugian
6. Struktur organisasi terkait dengan skim yang dipilih
7. Skim pendanaan
8. Susunan penjaminan ulang
9. Komunikasi dengan petani
Selain Sembilan kunci tersebut, ada prasyarat esensial lain yang perlu mendapat perhatian khusus , yaitu: (1) ketersediaan pangkalan data yang memadai (2) ketersediaan personal yang terlatih (3) pemantauan dan (4) arus informasi, teknologi dan gagasan untukpenyempurnaan. Dengan terpenuhinya syarat-syarat tersebut diharapkan lembaga asuransi pertanian dalam upaya melindungi petani bias terwujud.
Sebagai Pengambil Kebijakan
Pada umumnya asuransi pertanian membutuhkan subsidi karena meskipun secara ekonomi mungkin layak tetapi secara financial umumnya tidak layak. Subsidi sangat relevan untuk fase-fase awal program asuransi. Pada fase ini, data untuk penghitungan tingkat premi dan jumlah cakupan sulit diperoleh sehingga kesalahan-kesalahan sulit dihindari. Selain itu pada fase awal sangat sulit bagi perusahaan privat untuk mengatasi persoalan yang berkenaan dengan timbulnya kesulitan dalam merealisasikan mekanisme penyebaran risiko ataupun kesulitan untuk menciptakan cadangan untuk mengatasi lonjakan nilai pertanggungan akibat situasi yang tidak kondusif. Selain itu pengambil kebijakan (pemerintah) ddapat menyediakan asuransi kembali (reinsurance), atau penjaminan, mengasuransikan keselamatan program.
Pengambil kebijakan (pemerintah) dalam pengembangan asuransi pertanian sangat menentukan. Pengembangan asuransi pertanian membutuhkan adanya komitmen, kebijakan, program, dan dukungan politik yang kuat dan konsisten. Berpijak pada kondisi empiris system usahatani di negeri ini maupun belajar dari pengalaman negara lain yang telah mengembangkannya, asuransi pertanian untuk usahatani Indonesia dapat dikembangkan jika ada subsidi dari pemerintah
KESIMPULAN
1. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yg sangat beresiko dalam menghadapi berbagai macam perubahan seperti perubahan iklim dan cuaca, perubahan ketidakpastian (uncertainty) pasar sebagai konsekuensi dari struktur pasar persaingan sempurna secara global.
2. Asuransi pertanian merupakan suatu program yang sangat dibutuhkan dan penting untuk menjamin keberlangsungan produksi pertanian dan yang pada akhirnya dapat menjamin ketahan pangan nasional
3. Dengan asuransi para petani dan pelaku di sektor pertanian dapat memperoleh manfaat yg besar khususnya untuk peningkatan kemampuan petani dan para pelaku mengakses modal, pasar, dan produksi komoditas pertanian
4. Belum adanya skema asuransi formal, yg mana selama ini hanya dilakukan oleh beberapa pihak asuransi swasta dan belum mampu mengatasi dampak negatif dari resiko yg dihadapi oleh sektor pertanian
DAFTAR PUSTAKA
http://ekonomi.kompasiana.com/agrobisnis/2012/05/16/sistem-lindung-nilai-dalam-pertanian-457625.html [Diakses pada Tanggal 02 Januari 2013 pukul 11.52]
http://id.scribd.com/doc/76955222/STRATEGI-PENGELOLAAN-RESIKO [Diakses pada Tanggal 02 Januari 2013 pukul 15.28]
images.soemarno.multiply.multiplycontent.com/.../... [Diakses pada Tanggal 02 Januari 2013 pukul 15.07]
Majalah stabilitas. http://www.stabilitas.co.id/view_articles.php?article_id=882
&article_type=0&article_category=1&md=985af912dd62549dfa6574c2cdde2e25
Saliem, H.P. and Supriyati. 2006. Farm diversification and farmer income in rice field area. In-Country Seminar on Poverty Allevation Through Development of Secondary Crops, Bogor, 23 March 2006. ICASEPS dan UNESCAP-CAPSA, Bogor.
No comments:
Post a Comment