Friday, February 5, 2016

RESSET PRINTER CANON 287

Indikasi Kerusakan Printer Canon MP287 yaitu ketika printer MP287 dihidupkan dengan menekan tombol power  maka akan langsung muncul pada panel LCD kode Error E08. Dan ketika kita melakukan perintah cetak, maka layar printer tidak bisa mencetak dan akan ada pesan  monitor akan menampilkan Tulisan "Waste Ink Absorber Full". sebelumnya download dulu Service tools MP287 atau software untuk mereset printer canon MP287 : Here

Lalu ikuti langkah dan  Cara Reset Printer Canon MP287 Kode error E08

1. Canon MP287 printer harus dalam keadaan SERVICE MODE.

2. Matikan Printer Canon MP287 dengan posisi kabel power tetap terpasang di sumber arus listrik.

3. Tekan dan Tahan tombol STOP / RESET
4. Tekan dan tahan Tombol Power.
5. Lepas tombol STOP / RESET ( Tombol power tetap ditahan.)
6. Dalam keadaan tombol Power masih tertekan, tekan tombol STOP / RESET 6x (6 kali.)
7. Kemudian lepaskan kedua tombol secara bersamaan.
8. Kemudian MP287 Canon akan  berada dalam kondisi Layanan Mode.
9. Panel pada LCD MP287 akan kosong / gelap.
10. Ekstrak software Resetter Printer Canon MP287 yang kamu download.
11. Jalankan software tools resetter printer canon mp287.
12. Klik Main --> Patern, maka printer akan  mencetak satu halaman dengan tulisan "D = 000.0"
12. Klik "EEPROM Clear".
13. Kemudian klik "EEPROM", dan printer akan mencetak hasil Resetter MP258.     sebagai berikut :
     "TPage (COPY TTL = 00 000 = 00 000)"
15. Matikan printer Canon MP287 anda dengan menekan tombol power.
16. Lalu nyalahkan printer Canon MP287 anda, kode error E08 akan hilang dan printer canon anda kembali normal.

KOMODITAS GULA

KOMODITAS GULA

Kumpulan data harga salah satu komoditas yang paling mempengaruhi inflasi, dalam beberapa tahun, yang dibandingkan dengan harga spasial dan harga vertikal, serta antara harga dalam negeri dan internasional.
Kami sajikan pertama harga gula pasar domestik dalam 4 tahun terakhir (2008-2011) (kemendag.go.id, 2011).
Tabel 1. Harga Gula (Rp/kg) Domestik Tahun 2008-2011
Tahun
Harga (Rp/kg)
Maret
Juni
September
Desember
2008
6.439
6.514
6.446
6.482
2009
7.896
8.553
9.991
10.185
2010
10.972
9.960
10.544
11.150
2011
10.806
-
-
-
Sumber: kemendag.go.id (2011)
Harga yang ditunjukkan pada tabel 1 adalah harga gula rafinasi atau gula putih (white sugar) yang umum dikonsumsi masyarakat ketimbang gula mentah (raw sugar). Terlihat kenaikan yang bertahap setiap tahunnya dari kisaran harga di awal 2008 Rp 6.500,-/kg sampai kisaran Rp 11.000,-/kg pada 2011. Secara langsung, kenaikan ini sedikit banyak mempengaruhi tingkat inflasi tiap tahun (Tabel 2).
Tabel 2. Tingkat Inflasi
Tahun
Inflasi
2008
11,06
2009
2,78
2010
6,96
2011
3,20
Sumber: bps.go.id (2011)
Terlihat pada tabel 2 terdapat kenaikan inflasi yang diikuti oleh kenaikan pada tahun 2009 ke tahun 2010 dimana setiap bulannya pada 2009 harga gula mengalami kenaikan setidaknya 8-10%, yang menyebabkan kenaikan tingkat inflasi sebesar 4,18% tahun 2010. Sampai harga kembali relatif stabil pada tahun 2010 di kisaran Rp 10.000-Rp 11.000,-. Harga Gula domestik pada tabel 1 akan kami bandingkan dengan harga yang terdapat dibeberapa kota di Indonesia.
Tabel 3. Harga Gula di Beberapa Kota Di Indonesia Tahun 2010-2011
Kota
Harga (Rp/kg)
2010
2011
Mei
April
Mei
Jakarta
10.856
10.935
10.905
Bandung
9.500
10.845
10.516
Semarang
9.966
9.882
9.763
Yogyakarta
8.496
9.755
9.552
Surabaya
9.367
9.853
9.542
Denpasar
10.217
10.700
10.700
Medan
9.889
10.725
10.000
Makassar
8.000
10.000
9.910
Rata-rata 33 kota
10.242
10.832
10.648

Relatif tidak jauh berbeda seperti yang digambarkan pada tabel 1 harga tiap kota pada tabel 2, misal pada tahun 2011 harga berkisar antara Rp 9.600-Rp 11.000,-. Mengindikasikan bahwa distribusi gula tiap kota terbilang merata.
Perlu diperhatikan juga adalah bagaimana kondisi nila tukar petani tebu (nili tukar petani perkebunan rakyat) sebagai indikator kesejahteraan (Tabel 4) .Pertanyaannya apakah seiring dengan kenaikan harga gula petani juga mendapatkan “manisnya” agribisnis ini.
Tabel 4. Nilai Tukar Petani Tanaman Perkebunan Rakyat (NTPR) Tahun 2008-2011
Tahun
Persentase
April
Agustus
Desember
2008
112.60
114.04
100.01
2009
103.98
103.61
103.73
2010
104.49
102.90
104.49
2011
106.23
107.98
-
Sumber: Bps.go.id (2011)
Terlihat pada tabel 4 tidak ada kenaikan signifikan dari nilai tukar petani terhadap kenaikan harga gula di pasaran. Justru terlihat penurunan walaupun tipis, akan tetapi belum bisa mencapai angka NTP pada 2008.
Harga pada tabel 2 dan 3 merupakan harga di tangan konsumen atau harga akhir. Tentu tidak sama pada harga yang diterima tiap tingkatan olahannya mulai dari harga tebu (original cane), harga gula mentah (raw sugar), sampai harga gula putih atau gula rafinasi. Harga tebu mengikuti perkembangan harga gula, terus merangkak naik tiap tahunnya pada 2009 harga tebu Rp 200/kg (tempo.com,2011), Rp320/kg pada 2010, dan Rp480/kg pada 2011. dengan produktivitas rata-rata tebu adalah 1.500 kuintal per hektarnya berarti penerimaan petani per hektarnya berturut-turut dari tahun 2009-2011 adalah Rp 30.000.000, Rp 45.000.000, Rp 72.000. Kenaikan penerimaan tersebut tentu diikuti dengan kenaikan input seperti pupuk, bibit, dan upah pekerja. Penerimaan tersebut ditunggu hingga 1 tahun mengikuti umur pane tebu.
Harga yang diterima konsumen juga merupakan dampak dari panjangnya kebanyakan sistem distribusi gula. Rantainya dimulai dari Produsen/Importir – Distributor – Sub distributor – Grosir – Retail. Jalur ini merupakan jalur terpanjang dari rantai distribusi di industri gula Indonesia. Jalur ini bisa ditemui di kebanyakan daerah di Indonesia, terlebih lagi daerah sasaran adalah daerah yang sangat jauh dari sumber produksi maka ranta akan lebih panjang dengan kapasitas distribusi yang semakin kecil. Setiap rantai distribusi pasti mengambil margin mulai dari 5-80% (tabel 5).


Tabel 5. Kontribusi Margin Pelaku Dalam Industri Gula
Pelaku
Margin (per kg)
Presentase
Produsen (PG BUMN)
Rp 7.400
81.32
Distributor
Rp 8.100 - 9.500
6.67 – 7.69
Sub Distributor
Rp 8.600 - 10.000
4.76 – 5.49
Retailer Modern
Rp. 10.000 –12.000
23.45 – 26.31
Retailer Tradisional
Rp 9.100 – 10.500
4.76 – 5.49
Sumber: Kppu.go.id (2011)

   Mengenai Impor Gula dan Harga Gula Internasional   
          Menurut Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) (2011). Bila dibandingkan, produksi dalam negeri lebih kecil daripada konsumsinya. Misalnya saja produksi gula nasional tahun 2007 sekitar 2.3 juta ton/tahun, dengan rincian pabrik gula milik BUMN 1,6 juta ton per tahun dan pabrik gula milik swasta 0,7 juta ton per tahun, sedangkan konsumsi nasional sekitar 4 juta ton per tahun. Sementara itu, pada tahun 2009, produksi lokal mencapai 2,5 juta ton sedangkan total konsumsi adalah 4,8 juta ton, dengan perincian konsumsi gula masyarakat di dalam negeri sebesar 3 juta ton dan konsumsi industri yang mencapai 1,8 juta ton. Hingga kini data kebutuhan gula per tahun mencapai sekitar 4 hingga 4,8 juta ton per tahun baik untuk konsumsi masyarakat maupun industri.
          Komponen impor dari gula terbanyak adalah gula rafinasi untuk industri dan gula mentah (raw sugar) untuk bahan baku gula rafinasi dan gula putih dalam negeri. Sebelum itu kami akan menjelaskan secara singkat yang dimaksud dengan gula mentah, gula rafinasi, dan gula putih.
Raw Sugar adalah gula mentah berbentuk kristal berwarna kecoklatan dengan bahan baku dari tebu. Untuk mengasilkan raw sugar perlu dilakukan proses seperti berikut : Tebu-Giling-Nira-Penguapan-Kristal Merah (raw sugar), gula tipe ini adalah produksi gula “setengah jadi” dari pabrik-pabrik penggilingan tebu yang tidak mempunyai unit pemutihan yang biasanya jenis gula inilah yang banyak diimpor untuk kemudian diolah menjadi gula kristal putih maupun gula rafinasi. Refined Sugar atau gula rafinasi merupakan hasil olahan lebih lanjut dari gula mentah atau raw sugar melalui proses Defikasi yang tidak dapat langsung dikonsumsi oleh manusia sebelum diproses lebih lanjut. Yang membedakan dalam proses produksi gula rafinasi dan gula kristal putih yaitu gula rafinasi menggunakan proses Carbonasi sedangkan gula kristal putih menggunakan proses sulfitasi. Gula rafinasi inilah yang digunakan oleh industri makanan dan minuman sebagai bahan baku. Gula kristal putih umumnya digunakan untuk rumah tangga dan diproduksi oleh pabrik-pabrik gula didekat perkebunan tebu dengan cara menggiling tebu dan melakuka proses pemutihan, yaitu dengan teknik sulfitasi. Berikut rangkaian prosesnya : Tebu-Gilingan-Nira-Evaporator-Kristal-Sentrifugal-Sulfitasi-Gula kristal putih/Gula pasir (Kppu.go.id,2011).
Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan peningkatan pendapatan masyarakat konsumsi gula masyarakatpun meningkat. Baik untuk konsumsi rumah tangga maupun industri. Menjadikan opsi impor sebagai pilihan utama untuk menutupi defisit gula dalam negeri (Tabel 6).
Tabel 6. Perkembangan Konsumsi, Produksi dan Impor Gula (Juta Ton)
Tahun
Konsumsi nasional
Alokasi Impor/rafinasi
Produksi Dalam Negeri
Total supply
Dalam Negeri
Industri
Total
2008
3
1,8
4,8
1,97
2,6
4,57
2009
3
1,8
4,8
1,95
2,5
4,45
2010
3
1,8
4,8
2,30
2,7
5,00
Sumber: Kppu.go.id (2011)
Terbukti produksi dalam negeri belum mampu menutupi permintaan domestik. Sehingga impor gula menjadi pilihan. Jumlah impor pun terlihat semakin bertambah tiap tahunnya.
Selanjutnya kami juga mengamati trend harga gula di dunia. Sebagai perbandingan terhadap perkembangan harga gula di dalam negeri.
Grafik 1. Perkembangan Harga Gula Dunia 1993-2002 (US$ per pon)
http://www.ipard.com/statistik/tg005.gif
Sumber: Ipard.com (2003)


Grafik 2. Perkembangan Harga Gula Indonesia 1995-2002 (Rp per kg)
Sumber: Ipard.com (2003)

 Pada Grafik 1 terlihat tren penurunan harga gula yang terjadi mulai dari tahun 1995 (18 US$ per pon) dan berhenti turun pada tahun 1999 menjadi stabil pada tahun-tahun berikutnya di kisaran (US$ 9-11 per pon). Kondisi terbalik terjadi di Indonesia. Tren harga gula dalam negeri justru terus meningkat sejak tahun 1997. Peningkatan paling signifikan tercatat dari tahun 1997 ke tahun 1998 sebanyak 100% (Rp 1.500-Rp 3.000). Sejak itu harga gula terus menanjak tiap tahunnya. Bila kita kaitkan dengan kondisi ekonomi dan politik pada saat itu periode 1997-1998 merupakan krisis ekonomi terburuk kedua Indonesia setelah krisis tahun 1966. Pada akhir 1997 inflasi Indonesia diatas 70%, yang secara otomatis gula merupakan salah satu komoditas indikator inflasi juga meroket harganya hingga dua kali lipat.
Meninggalkan tahun 2000 suplai dalam negeri makin tidak memenuhi permintaan gula domestik, akibatnya harga gula perlahan tapi pasti merangkak naik yang bisa direm dengan mengimpor gula. Sebelum terpenuhinya swasembada gula dalam negeri maka kenaikan harga komoditas ini bisa dipastikan setiap tahunnya.





Daftar Pustaka
Antaranews.com. 2010. http://www.antaranews.com/berita/1267170998/petani-tebu-tak-pernah-rasakan-manisnya-gula. (26 Desember 2011)
Bps.go.id. 2011 http://www.bps.go.id/aboutus.php?tabel=1&id_subyek=22. (26 Desember 2011)
Ipard.com. 2003. http://www.ipard.com/statistik/statistik_gula.asp#9. (26 Desember 2011)
Kemendag.go.id.  2011. http://ews.kemendag.go.id/ews2/Sangkuriang/ Publikasi/ dokumen/01%20Weekly%20 Report%20Gula%20Jan%202011.pdf. (26 Desember 2011)
Kompas.com. 2010. http://cetak.kompas.com/ read/2010/07/08/03122138/ harga.tebu.petani.anjlok. (26 Desember 2011)
Kontan.co.id. 2011. http://industri.kontan.co.id/v2/read/ 1317350110/78732 /Meski-harga-tebu-terus-merangkak-naik-keuntungan-petani-belum-optimal-. (26 Desember 2011)
Kppbumn.depkeu.go.id. 2011. www.kppbumn.depkeu.go.id/.../Profil%20Tebu-1.../page0002.htm. (26 Desember 2011)
Kppu.go.id. 2011. http://www.kppu.go.id/docs/ Positioning_Paper/%5B2010%5D% 20Position%20Paper%20Industri%20Gula.pdf. (26 Desember 2011)
Tempo.co. 2009 http://www.tempo.co/read/news/2009/09/02/090195785/Harga-Tebu-Melonjak-100-Persen. (26 Desember 2011)



Proses penerbitan saham

Proses penerbitan saham terbagi menjadi 4 (empat) tahap sebagai berikut:
1.    Tahapan Persiapan
Tahapan ini merupakan tahapan awal dalam rangka mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan proses Penawaran Umum. Pada tahap yang paling awal perusahaan yang akan menerbitkan saham terlebih dahulu melakukan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk meminta persetujuan para pemegang saham dalam rangka Penawaran Umum saham. Setelah mendapat persetujuan, selanjutnya emiten melakukan penunjukan penjamin emisi, lembaga dan profesi penunjang pasar modal seperti akuntan publik, konsultan hukum, penilai dan notaris.
Pihak-pihak yang membantu emiten dalam proses penerbitan saham, antara lain:
a)    Penjamin Emisi ( underwriter). Merupakan pihak yang paling banyak terlibat dalam membantu emiten dalam rangka penerbitan saham. Kegiatan yang dilakukan penjamin emisi antara lain: menyiapkan berbagai dokumen, menyiapkan prospektus, dan lain-lain.
b)    Akuntan Publik. Bertugas melakukan audit atau pemeriksaan atas laporan keuangan perusahaan.
c)    Penilai. Melakukan penilaian terhadap aktiva tetap perusahaan dan menentukan nilai wajar dari aktiva tetap tersebut;
d)    Konsultan Hukum. Memberikan pendapat dari segi hukum ( legal opinion).
e)    Notaris. Melakukan perubahan atas Anggaran Dasar, membuat akta perjanjian-perjanjian. Dalam rangka penawaran umun dan juga notulen-notulen rapat.

2.    Tahap Pengajuan Pernyataan Pendaftaran.
Pada tahap ini, dilengkapi dengan dokumen-dokumen pendukung (laporan keuangan yang telah diaudit, pendapat dari konsultan hukum, dan berbagai dokumen lainnya) menyampaikan pendaftaran kepada Badan Pengawas Pasar Modal hingga Bapepam menyatakan Pernyataan Pendaftaran menjadi Efektif. Pernyataan Efektif dari Bapepam merupakan ‘tiket’ bagi perusahaan untuk melakukan Penawaran Umum di Pasar Perdana.
3.    Penawaran Umum (Pasar Perdana).
Tahapan ini merupakan tahapan utama, karena pada waktu inilah emiten menawarkan saham kepada masyarakat investor. Investor dapat membeli saham tersebut melalui agen-agen penjual yang telah ditunjuk. Masa Penawaran Umum sekurang-kurangnya tiga hari kerja (yaitu masa dimana masyarakat mengisi formulir pemesanan dan penyerahan uang untuk diserahkan ke agen penjual). Perlu diingat pula bahwa tidak seluruh keinginan investor terpenuhi dalam tahapan ini. Misal, saham yang dilepas ke pasar perdana sebanyak 100 juta saham sementara yang ingin dibeli seluruh investor berjumlah 150 juta saham. Jika investor tidak mendapatkan saham pada pasar perdana, maka investor tersebut dapat membeli di pasar sekunder yaitu setelah saham dicatatkan di Bursa Efek.
4.    Pencatatan saham di Bursa Efek.

Setelah selesai penjualan saham di pasar perdana, selanjutnya saham tersebut dicatatkan di Bursa Efek. Di Indonesia, saham dapat dicatatkan di Bursa Efek Jakarta (BEJ) atau Bursa Efek Surabaya (BES), maupun dicatatatkan di kedua Bursa tersebut.