Friday, February 5, 2016

makalah kur

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Saat ini, perkembangan dan pertumbuhan sektor usaha mikro semakin meningkat. Di Indonesia, lebih dari 80 persen unit usaha yang ada adalah usaha mikro. Unit usaha mikro telah mendominasi dari total usaha yang ada di Indonesia, bahkan unit usaha mikro telah menjadi penggerak pembangunan dan pertumbuhan perekonomian negara. unit usaha mikro ini umumnya berjalan di lingkungan masyarakat dan dikelola secara mandiri oleh masyarakat serta merupakan sumber penghidupan bagi masyarakat, sehingga unit usaha ini mampu memberikan kontribusi penting bagi perekonomian nasional khususnya dalam hal penyediaan lapangan kerja.
                Sektor usaha ini mampu memberi sumber kehidupan bagi masyarakat, bahkan di saat kondisi perekonomian negara sulit sekalipun. Hal ini dibuktikan pada saat krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997, sektor usaha mikro terbukti telah membuat perekonomian nasional bertahan dan menjadi katup pengaman bagi dampak krisis, seperti pengangguran dan pemutusan hubungan kerja.
Tabel 1. Jumlah Unit Usaha dan Jumlah Penyerapan Tenaga Kerja menurut Skala Usaha            Tahun 2006.
Skala Usaha
Jumlah Usaha (Unit)
Persentase Jumlah Usaha (%)
Jumlah Tenaga Kerja (Orang)
Persentase Jumlah Tenaga Kerja (%)
Usaha Besar
45.313
0,2
4.943.083
9,6
Usaha Menengah
158.597
0,7
3.037.936
5,9
Usaha Kecil
3.579.761
15,8
11.276.408
21,9
Usaha Mikro
18.873.043
83,3
32.181.529
62,5
Total
22.656.714
100
51.438.956
100
Sumber: BPS (2007)
                Selain itu, usaha mikro juga merupakan sumber yang cukup besar bagi penerimaan negara. Hal ini dapat dilihat dari nilai persentase PDB yang disumbangkan usaha mikro pada tahun 2007 sebagai bagian dari sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) terhadap nilai PDB nasional yakni sebesar 53,6 persen (Tabel 2).
Tabel 2. Nilai Produk Domestik Bruto Sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)       dan Nasional Tahun 2005-2007 atas Dasar Harga Berlaku.
Keterangan
2005 (Miliar Rupiah)
2006 (Miliar Rupiah)
2007 (Miliar Rupiah)
UMKM
1.941,10
1.778,70
2.121,31
Nasional
3.164,10
3.338,20
3.957,66
Persentase UMKM
61,35
53,30
53,60
Sumber: BPS (2008)
                Walaupun sektor usaha mikro memberikan kontribusi besar terhadap PDB nasional dan dapat menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat namun hal ini belum dapat mendorong pertumbuhan ekonomi bagi masyarakat. Faktor internal yang diduga menjadi salah satu penyebabnya adalah kurangnya permodalan untuk mengembangkan suatu unit usaha. Padahal berdasarkan rantai ekonomi, modal akan menghasilkan pendapatan. Apabila modal rendah, maka akan menyebabkan rendahnya tingkat produktifitas baik input maupun tenaga kerja yang pada akhirnya akan menghasilkan tingkat pendapatan dan investasi yang rendah, dan begitu pula sebaliknya. Dengan demikian maka keberadaan kredit bagi sektor usaha mikro sangat dibutuhkan mengingat kebutuhan untuk pembiayaan modal kerja dan investasi diperlukan guna menjalankan usaha dan meningkatkan akumulasi pemupukan modal mereka.
                Kredit Usaha Rakyat (KUR) mulai diluncurkan pemerintah sejak 5 November 2007. Adanya KUR ini diharapkan para pengusaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dapat menerima pinjaman modal minimal hanya dengan melengkapi surat keterangan usaha (SKU) dari Kepala Desa saja. Dalam hal ini, KUR adalah program pemerintah yang dimana jaminannya dijamin oleh pemerintah. Penjamin yang bekerjasama dengan pemerintah adalah Perum Sarana Pengembangan Usaha (SPU) dan Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo).
                Kebijakan penjaminan kredit ini diharapkan akan dapat memberikan kemudahan akses serta kesempatan yang lebih besar terhadap kredit, terutama pada usaha mikro. Kredit Usaha Rakyat (KUR) tidak disalurkan langsung oleh pemerintah, melainkan disalurkan oleh bank-bank yang telah ditunjuk pemerintah sebagai bank penyalur KUR. Enam bank yang ditunjuk pemerintah sebagai penyalur KUR adalah Bank Rakyat Indonesia, Bank Nasional Indonesia, Bank Tabungan Negara.
Perumusan Masalah

Tingginya proporsi kredit yang diberikan disebabkan oleh beberapa faktor, adapun salah satu faktor tersebutadalah tingginya tingkat kebutuhan masyarakat terhadap kreditagribisnis untuk memperluas skala usaha, penambahan modal usaha ataupun untukpenambahan jumlah komoditi usahanya. Dengan alasan tersebut, mereka berusahauntuk mengajukan permintaan terhadap KUR yang ada di lembaga-lembaga keuangan.Selain itu, dapat juga dipengaruhi oleh kemudahan prosedur yang diberikan oleh lembaga keuangan dalam memberikan pinjaman kredit untuk sektor agribisnis.Suku bunga yang relatif rendah yakni 13,5 persen per tahun (contah pada BRI), KUR ini menjadi target utama pengusaha kecil dalam pemenuhan kebutuhan modal usahanya. Hampir sebagian besar pengusaha mikro mengajukan pinjaman modal di bank dengan harapan mereka nantinya dapat memperoleh dana pinjaman. Namun dari keseluruhan pengajuan yang masuk ke BRI hanya sebagian kecil saja yang berhak menerima pinjaman dari BRI Unit. Usaha yang kurang layak ataupun karakter yang kurang baik merupakansebagian kecil alasan mengapa nasabah yang mengajukan pinjaman modal tidakdapatmemperoleh pencairan pinjaman. Oleh karena itu maka pihak bank harus dapat mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pencairan pinjaman KUR kepada nasabah.
Adanya aspek kelayakan usaha sebagai salah satu persyaratan untuk dapat mengakses KUR diharapkan calon debitur akan memiliki kemampuan dalam pengembalian kredit dengan teratur. Namun di dalam pengembalian kredit ini masih terdapat permasalahan yang timbul, yaitu keterlambatan pengembalian/pelunasan kredit. Hal ini menunjukkan bahwa usaha mikro yang feasible ternyata tidak menjamin kelancaran pengambalian kredit. Masih terdapat faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap kelancaran pengembalian selain aspek kelayakan usaha tersebut.
PT. Bank BRI merupakan salah satu bank pelaksana Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan hingga kini telah menyalurkan paling berperan dalam penyaluran KUR terutama pada KUR Mikro. Adanya risiko dalam kegiatan pembiayaan melalui pemberian KUR ini diindikasikan dengan tingkat kredit macet atau tingkat Non Performing Loan (NPL).

Tujuan
·      Mengetahui faktor faktor yang mempengaruhi pencairan dana KUR.
·      Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pengembalian pinjaman dana KUR.

KERANGKA TEORI

Definisi Kredit Usaha Rakyat (KUR)
Kredit Usaha Rakyat (KUR) adalah Kredit Modal Kerja (KMK) dan atau Kredit Investasi (KI) dengan plafon kredit sampai dengan Rp500 juta. Di samping itu, terdapat pula KUR Mikro dengan plafon kredit maksimal Rp. 5 juta. Pinjaman ini diberikan kepada usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi yang memiliki usaha produktif yang layak (feasible) namun belum bankable. Pinjaman tersebut sebagian dijamin dengan program penjaminan kredit oleh pemerintah melalui PT. Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) dan Perum Jaminan Kredit Indonesia (Jamkrindo) (Agustania, 2009).
Besarnya coverage penjaminan maksimal yang diberikan Askrindo dan Jamkrindo adalah sebesar 70 persen dari nilai kredit. Selebihnya harus disediakan oleh pihak debitur yang menjadi risiko bank penyalur karena dana yang disalurkan melalui KUR tersebut adalah sepenuhnya berasal dari bank penyalur. Bunga pinjaman dalam pengembalian kredit ini adalah sebesar 1,125 persen per bulan (Hutagaol, 2009).
Pada tahap awal, program KUR diikuti tujuh bank yaitu Bank Rakyat Indonesia, Bank Negara Indonesia, Bank Mandiri, Bank Bukopin, Bank Tabungan Negara, dan Bank Syariah Mandiri. Menurut Komite-kur.com (2010) terdapat 26 Bank Pembangunan Daerah (BPD) lainnya sebagai bank pelaksana KUR. Penyaluran pola penjaminan difokuskan pada tujuh sektor usaha, seperti pertanian, perikanan dan kelautan, koperasi, kehutanan, serta perindutrian dan perdagangan.

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)
Usaha mikro merupakan kegiatan ekonomi masyarakat yang berskala kecil dan masih bersifat tradisional, dalam artian belum terdaftar, belum tercatat dan belum memiliki badan hukum. Usaha mikro biasanya memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak sekitar Rp 100.000.000 atau kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000 ( Departemen Koperasi dan UKM, 2006).
Usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan sebagaimana diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1995. Penjelasan mengenai usaha kecil tradisional pada pasal ini adalah usaha yang menggunakan alat produksi sederhana yang telah digunakan secara turun temurun, dan atau berkaitan dengan seni dan budaya. Adapun kriteria usaha kecil adalah memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 dan sudah berbentuk usaha perorangan.
Usaha menengah atau besar adalah kegiatan ekonomi yang mempunyai kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar daripada kekayaan bersih dan hasil penjualan tahunan usaha kecil. Berdasarkan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1999 tentang pemberdayaan Usaha Menengah memberlakukan kriteria usaha menengah yaitu memiliki kekayaan bersih lebih besar dan Rp 200.000.000,00 sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,00, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha dan sudah berbentuk usaha perorangan.
Adapun karakteristik UMKM adalah (Hutagaol, 2009) :
·      UMKM dimiliki oleh individu atau keluarga, Selain pemilik usaha mereka juga bertindak sebagai pengelola usaha tersebut.
·      Operasinya terbatas pada lingkungan atau kumpulan modal.
·      Wilayah operasi terbatas pada lingkungan sekitar, meskipun pemasaran dapat melampaui wilayah lokalnya.
·      Ukuran perusahaan kecil dalam hal jumlah pekerja atau satuan lainnya yang signifikan.

Perbankan dan Perkreditan
Pengertian bank adalah organisasi yang menggabungkan usaha manusia dan sumber-sumber keuangan untuk melaksanakan fungsi bank dalam rangka melayani kebutuhan masyarakat dan untuk memperoleh keuntungan bagi pemilik bank. Menurut Undang-undang No 10 tahun 1998 tentang perbankan, pengertian bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dalam bentuk simpanan yang merupakan sumber dana dari bank tersebut, kemudian bank menyalurkan kembali dana tersebut.
Kredit merupakan bentuk penyaluran dana yang dilakukan oleh perbankan kepada masyarakat dengan tujuan agar dana dapat tersalurkan bagi mereka yang membutuhkan. Kredit tersebut diperuntukkan bagi pembelian sarana produksi dan uang untuk biaya hidup (cost of living).

METODE PENULISAN

Tugas akhir ini menganalisis mengenai Kredit Usaha Rakyat (KUR) dimana data diperoleh dari beberapa referensi seperti jurnal, skripsi, dan internet. Informasi yang diperoleh mencakup tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pencairan dana KUR dan kelancaran pengembalian.


PEMBAHASAN

Proses Pengajuan KUR
Menurut Komite-kur.com (2010) UMKM dapat mengajukan KUR ke bank pelaksana dengan cara sebagai berikut :
a.       UMKMK mengajukan surat permohonan KUR kepada Bank dengan melampiri dokumen seperti legalitas usaha, perizinan usaha, catatan keuangan dan sebagainya.
b.       Bank mengevaluasi/analisa kelayakan usaha UMKMK berdasarkan permohonan UMKMK tersebut.
c.       Apabila menurut Bank, usaha UMKMK layak maka Bank menyetujui permohonan KUR. Keputusan pemberian KUR sepenuhnya merupakan kewenangan Bank.
d.       Bank dan UMKMK menandatangani Perjanjian Kredit/Pembiayaan.
e.       UMKMK wajib membayar/mengangsur kewajiban pengembalian KUR kepada Bank sampai lunas.
UMKM yang akan menerima dana KUR harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh bank pelaksana KUR yang juga berdasarkan aturan dari pemerintah yaitu:
a.       Tidak sedang menerima kredit/pembiayaan dari perbankan dan/atau yang tidak sedang menerima Kredit Program dari Pemerintah/selain KUR;
b.       Dapat dan/atau sedang menerima kredit konsumtif (Kredit Kepemilikan Rumah, Kredit Kendaraan Bermotor, Kartu Kredit dan kredit konsumtif lainnya);
c.       Dalam hal  UMKMK  masih tercatat Sistem Informasi Debitur BI, tetapi yang sudah melunasi pinjaman, maka diperlukan Surat Keterangan Lunas Bank sebelumnya;
d.       Untuk KUR Mikro, tidak diwajibkan untuk dilakukan pengecekan Sistem Informasi Debitur Bank Indonesia.
Tidak semua cabang atau unit dari bank pelaksana dapat menyalurkan KUR. Setiap pengaju kredit (calon debitur) KUR harus menanyakan terlebih dahulu kepada cabang atau unit bank pelaksana tersebut apakah bank pelaksana yang dimaksud dapat menyaurkan kredit atau tidak. Calon Debitur dapat mengajukan permohonan KUR ke lebih dari satu bank, maka calon debitur yang ditolak permohonan/proposal kreditnya di satu bank pelaksana memiliki peluang untuk mendapatkan KUR di bank pelaksana lainnya. Debitur KUR yang sudah mendapatkan dan melunasi KUR diperbolehkan untuk mengajukan KUR kembali sepanjang masih belum bankable dan tidak melebihi plafon KUR yang ditentukan sebesar Rp. 500.000.000; (lima ratus juta) untuk KUR Ritel dan Rp. 20.000.000 (dua puluh juta) untuk KUR Mikro. Plafon KUR yang dapat diperoleh UMKMK KUR Mikro dengan plafon sampai dengan Rp. 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah) dan KUR Ritel dengan plafon diatas Rp. 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah) sampai dengan Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah). Kepada debitur KUR dapat diberikan jangka waktu fasilitas KUR maksimal selama 3 tahun untuk Modal Kerja dan maksimal 5 tahun untuk Investasi.
KUR yang sudah eksis dapat diperpanjang atau diberikan tambahan pinjaman tanpa menunggu pinjaman dilunasi dengan ketentuan:
a.       Debitur yang bersangkutan masih belum dapat dikategorikan bankable.
b.       Total pinjaman setelah penambahan tidak melebihi Rp 20.000.000,- (dua puluh juta) untuk KUR Mikro atau tidak melebihi sebesar Rp 500.000.000,- (lima ratus juta) untuk KUR Ritel atau tidak melebihi Rp.2.000.000.000 (dua miliar rupiah) untuk KUR yang diberikan kepada Lembaga Linkage dengan pola executing.
c.       Ketentuan lainnya, sesuai dengan ketentuan KUR Mikro atau KUR Ritel atau KUR melalui lembaga terkait.
Apabila debitur UMKM tidak melunasi kewajiban KUR maka bank pelaksana akan melakukan penjualan agunan dan apabila nilai penjualan agunan masih tidak mencukupi maka debitur masih wajib melunasi KUR. Selain itu terdaftar sebagai debitur blacklist Bank Indonesia. Pemerintah melalui BPKP akan melakukan pengawasan yang bersifat preventif dan melakukan verifikasi secara selektif dan Bank Indonesia akan mengawasi Bank Pelaksana dalam kapasitas sebagai pengawas bank.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pencairan
Sebuah pengembalian kredit dikatakan lancar apabila pembayaran angsuran dan bunga dilakukan tepat waktu dan pelunasan kredit tidak mengalami penundaan berdasarkan pinjaman. Sedangkan pengembalian kredit digolongkan tidak lancar jika pembayaran angsuran dan bunga mengalami penundaan dari waktu yang diperjanjikan. Pengembalian kredit yang tidak lancar ini digolongkan kembali ke dalam lima tingkatan yaitu (Hutagaol, 2009) :
1)     Dalam Pengawasan Khusus
Status ini diberikan pada debitur yang menunda pembayaran angsuran selama satu minggu hingga 60 hari dari tanggal yang ditentukan.
2)     Kurang Lancar
Apabila pembayaran angsuran oleh debitur sedikit terhambat karena ada kecenderungan usaha nasabah mulai mengalami kesulitan, namun tingkat kesulitan tersebut masih tergolong ringan dan menyangkut salah satu aspek usaha saja. Status ini diberikan kepada debitur yang menunggak pembayaran angsuran selama lebih dari 60 hari hingga 90 hari.
3)     Meragukan
Terhambatnya pengembalian kredit diindikasikan dengan kemerosotan yang tajam dalam usahanya dan biasanya permasalahan yang terjadi mencakup berbagai aspek usaha. Status ini diberikan pada debitur yang menunggak selama lebih dari 90 hari hingga 120 hari.
4)     Macet
Status ini dikenakan kepada debitur yang tidak dapat membayar angsuran dan bungan kredit dalam jangka waktu yang lama antara labih dari 120 hari hingga 270 hari.
5)     Daftar Hitam
Pengembalian kredit yang sudah termasuk dalam daftar hitam yaitu debitur yang benar-benar sudah tidak mampu membayar pelunasan kredit karena usahanya sudah bankrut dan kemungkinan asetnya tidak dapat dicairkan atau tidak ada sama sekali. Batasan seorang nasabah dimasukkan dalam daftar hitam adalah ketika pelunasan kreditnya mengalami penundaan lebih dari 270 hari.

Menurut penelitian Lubis dan Rachmina (2010) yang dilakukan di Bank BRI Unit X, faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengembalian KUR adalah variabel omzet usaha per bulan, tingkat pendapatan bersih per bulan, jumlah kredit yang diajukan, nilai agunan, dan jenis usaha (off farm atau on farm). Variabel karakteristik responden anatara lain umur debitur, jenis kelamin, jumlah tanggungan keluarga, lama usaha, dan frekuensi peminjaman kredit juga termasuk variabel yang dimasukkan dalam model perkiraan, walaupun dalam kasus yang diteliti ternyata variabel-variabel tersebut tidak signifikan.
Masih menurut Lubis dan Rachmina (2010) pihak bank tidak cukup hanya mempertimbangkan omzet usaha karena omzet usaha belum sepenuhnya mencerminkan kemampuan debitur dalam mengembalikan kredit. Artinya, usaha dengan omzet per bulan yang lebih besar, tidak dapat dipastikan akan menghasilkan keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan usaha yang memiliki omzet yang lebih kecil. Namun demikian, omzet tetap dipertimbangkan mengingat perilaku para debitur dalam membayar kredit umumnya dilakukan apabila ada sumber penerimaan yaitu omzet. Omzet merupakan sumber dana yang paling potensial untuk pembayaran kredit. Sementara keuntungan atau pendapatan bersih merupakan sumber dana riil sebagai ukuran kemampuan debitur mengembalikan kredit.

Tingkat Kelancaran Pengembalian Kredit
Pada umumnya pengaruh tingkat kelancaran pengembalian kredit dilihat dari beberapa karakter yakni karakter personal, karakter usaha, dan karakter kredit. Karakter personal dapat dilihat dari indikator-indikator antara lain jenis kelamin, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan dalam keluarga, dan pinjaman pada pihak lain. Karakteristik usaha dapat dilihat dari omset dan umur usaha. Sedangkan karakteristik kredit dapat dilihat dari jumlah pinjaman dan masa pengembalian.
·      Karakteristik personal
Jenis kelamin biasanya tidak begitu berpengaruh terhadap tingkat keleancaran pengembalian kredit, hal ini sehubungan dengan peran pria sebagai kepala rumah tangga yang berkewajiban memenuhi kebutuhan anggota keluarganya. Pria sebagai pimpinan usaha juga memiliki tanggungjawab terhadap usaha yang dijalankan sehingga jenis kelamin tidak begitu berpengaruh terhadap tingkat pengembalian kredit. Tingkat pendidikan bisa jadi berpengaruh terhadap kelancaran pengembalian kredit ataupun tidak karena calon debitur yang mengajukan KUR memiliki latar belakang pendidikan yang berbeda. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka akan semakin berpengaruh. Jumlah tanggungan dalam keluarga akan berpengaruh terhadap kelancaran pengembalian kredit karena semakin banyak tanggungan dalam keluarga akan semakin mempengaruhi kelancaran pengebalian kredit. Pinjaman pada pihak lain juga berpengaruh terhadap kelancaran pengembalian kredit karena pendapatan yang diperoleh dialokasikan ke beberapa pihak untuk mengembalikan pinjaman.
·      Karakteristik usaha
Jumlah omset yang dimiliki suatu usaha akan berpengaruh terhadap kelancaran pengembalian kredit karena semakin besar omset perusahaan maka akan semakin lancar pengembalian yang dilakukan pengusaha. Sedangkan umur usaha bisa jadi berpengaruh ataupun tidak mempengaruhi kelancaran pengembalian kredit, hali ini tergantung dari usaha yang akan menerima KUR. 
·      Karakteristik kredit
Besarnya nilai pinjaman ini tergantung pada permintaan debitur yang disesuaikan dengan pendapatannya. Semakin besar nilai pinjaman ini secara langsung akan meningkatkan beban angsuran yang harus dibayar, sehingga besarnya jumlah pinjaman diduga berpengaruh negatif terhadap kelancaran pengembalian kredit (Agustania, 2009).
Berdasarkan uraian tersebut maka besarnya jumlah pinjaman tidak akan mempengaruhi kelancaran pengembalian kredit oleh pengusaha. Kredit yang diajukan harus sesuai dengan kemampuan perusahaan untuk melakukan pengembalian selama masa pengembalian yang telah disepakati agar tidak terjadi kredit macet. 


DAFTAR PUSTAKA

Komite-kur.com. 2010. http://komite-kur.com/article-76-tanya-jawab-seputar-kur.asp [23 Maret 2013]

No comments:

Post a Comment